Home » » Wajib Rekonstruksi Tradisi dan Budaya Bangsa

Wajib Rekonstruksi Tradisi dan Budaya Bangsa




Wajib Rekonstruksi Tradisi dan Budaya
Bangsa
Oleh Moh. Mahrus

Banyak diantara kita yang sudah melupakan bahkan tidak tahu apa tradisi daerah sendiri. Tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama . Tradisi merupakan hal yang sangat bernilai dalam bangsa Indonesia ini. Puluhan ribu pulau, ratusan suku bangsa memiliki tradisi dan budaya yang berbeda-beda. Tradisi itu patut kita lestarikan bersama sebagai warisan budaya lokal Indonesia. 

Arus globalisasi telah membuat bangsa Indonesia semakin sering dijejali oleh berbagai kebudayaan luar. Banyak sekali budaya bangsa Indonesia yang tidak terekspose dan pada akhirnya diakui oleh negara lain sedangkan kita sibuk untuk membela. Dari hal kecil sangat banyak sekali dilupakan oleh masyarakat Indonesia. 

Cium Tangan Pada Orang Tua
Mencium tangan orang tua “salim” merupakan kewajiban anak kepada orang tua disaat ingin pergi ke sekolah atau berpamitan ke tempat lain. Sebenarnya hal ini sangat penting sekali, selain menanamkan rasa cinta kita kepada orang tua cium tangan ini sebagai tanda hormat dan terimakasih kita. Sebagai orang tua tentunya akan senang dan bangga apabila buah hati (anak) mengamalkan apa yang diajarkanya sejak kecil tentag tradisi yang baik dan etika. Namun apa yang terjadi belakangan ini bahwasanya tradisi baik itu sedikit demi sedikit mulai luntur tergerus oleh kemajuan zaman.

Senyum dan Sapa
           Indonesia sejak dahulu telah terkenal dengan negara atau bangsa yang ramah. Siapapun yang datang di Indonesia pasti akan diterima dengan senang hati oleh penduduk Indonesia. Pada zaman dahulu para penjajah negeri ini mereka awalnya datang untuk berdagang. Orang Indonesia menerima saja dengan budaya ramahnya yang luar biasa, sampai-sampai tidak sadar bahwasanya dibalik kedatangan bangsa Eropa itu ternyata membawa misi yang lain. Disamping itu orang Indonesia dahulu sangat murah senyum dan sapa. Apabila bertemu di jalan dengan tetangga atau orang lain yang belum dikenal pasti akan memberikan senyuman dan menyapa. Sebelum ada alat komunikasi seperti sekarang bangsa kita dahulu sudah sangat cerdas untuk membangun komunikasi yang baik antar sesama.

Musyawarah (Rembug)
Musyawarah atau rembug merupakan suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian. Musyawarah adalah salah satu budaya bangsa yang sudah dilupakan, terutama di kota-kota besar. Dengan bermusyawarah kita akan mempererat persatuan dan kesatuan antar sesama. Disamping itu dengan bermusyawarah atau rembug desa itu, dilakukan untuk mencapai keputusan bersama (mufakat). Selama ini musyawarah telah dianggap kuna dan lama. Orang-orang Indonesia telah mengandalkan egonya sendiri, memamerkan dirinya, merasa paling hebat, dan bahkan suka main hakim sendiri. Sedikit-sedikit langsung membuat aturan voting dan berpikir secara instan. Pada hal jika kita melihat desa-desa yang masih menggunakan budaya ini mereka hidup tentram dan saling percaya. Tidak ada namanya saling sikut atau menjatuhkan, semua perbedaan diusahakan dengan bermusyawarah. Bermusyawarah juga merupakan butir-butir dari nilai Pancasila.

Gotong Royong
 Kerjasama yang dilakukan secara bersama-sama disebut sebagai gotong-royong. Gotong-royong dapat dikatakan sebagai ciri dari bangsa Indonesia terutama mereka yang tinggal di pedesaan yang berlaku secara turun temurun, sehingga membentuk perilaku sosial yang nyata kemudian membentuk tata nilai kehidupan sosial. Adanya nilai tersebut menyebabkan gotong-royong selalu terbina dalam kehidupan komunitas sebagai suatu warisan budaya yang patut dilestarikan. Hubungannya gotong-royong sebagai nilai budaya, maka Bintarto (1980:24) mengemukakan, Nilai itu dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep, ialah : (1) Manusia itu tidak sendiri di dunia ini tetapi dilingkungi oleh komunitinya, masyarakatnya dan alam semesta sekitarnya. Di dalam sistem makrokosmos tersebut ia merasakan dirinya hanya sebagai unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta yang maha besar itu. (2) Dengan demikian, manusia pada hakekatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesamanya. (3) Karena itu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa, dan (4) selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama dengan sesamanya dalam komuniti, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah. Dengan demikian, manusia pada hakekatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesamanya.

Mochtar Lubis dalam Wahid (1981) menilai bahwa bangsa Indonesia sekarang ini sebagai bangsa yang malas, bersikap pasif di hadapan tantangan dan tidak mampu melakukan sesuatu atas usaha sendiri. Hal ini merupakan respon dari banyaknya karakter dan sifat baik bangsa Indonesia yang dirasa telah hilang. Akan tetapi hal ini dibantah dalam Wahid (1981) yang menyatakan bahwa cacatan sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa manusia Indonesia mampu menjadi orang-orang revolusioner dalam sekejab mata kalau mereka ingin. Nilai-nilai luhur tetap menjadi prinsip nilai bangsa Indonesia dan menerapkan sikap bijaksana seperti keserasian tanpa menghilangkan kreativitas perorangan, kesediaan berkorban, melakukan banyak hal untuk orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Sikap seperti inilah yang dapat membentuk karakter bangsa Indonesia menjadi bangsa pecinta kedamaian, sopan dan giat berkarya (Wahid 1981:2)

Keempat hal di atas adalah sebagian kecil dari tradisi dan budaya kita yang mulai luntur. Maka dari itu disini penulis sebagai pemuda yang katanya adalah generasi bangsa, mempunyai gagasan bahwasanya kita semua, khususnya  pemuda harus bersama-sama melestarikan tradisi dan budaya bangsa. Hal itu dapat kita laksanakan terutama dari diri kita dahulu kemudian orang lain, dengan cara membudayakan kembali salam, sapa, senyum, berembug (musyawarah) dan gotong royong di masyarakat. Demikian itu adalah salah satu tradisi kita yang mendarah daging, namun belakangan ini justru malah sebaliknya yang terjadi. Pemuda zaman sekarang sudah terkena virus globalisasi yang sangat ganas perlahan-lahan mengikis tradisi dan budaya kita yang kaya ini. Semua itu tentunya dapat kita kembalikan, selagi ada niatan yang sungguh-sungguh dan usaha untuk bersama mempertahankan tradisi  budaya bangsa Indonesia tercinta.

Thanks for reading Wajib Rekonstruksi Tradisi dan Budaya Bangsa

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

1 komentar: